Wednesday, November 28, 2007

Azan Berkumandang di Gereja di New York

New York, NU Online


"Allahu Akbar Allaahu Akbar... Laa Ilaaha Ilallaah", demikian azan --panggilan salat bagi kaum muslim-- dilantunkan dari awal hingga akhir dengan suara bariton oleh Christopher Herbert dan menggema di Gereja Marble Collegiate di kawasan Manhattan, New York.

Suara azan yang dikumandangkan anggota jamaah Marble Collegiate Church itu merupakan salah satu acara yang mengawali berlangsungnya dialog segitiga kalangan penganut agama Kristen, Yahudi dan Islam di New York, Minggu.

Dialog yang mengusung tema "Perspektif dari Tiga Agama" tersebut menghadirkan tiga pemimpin agama, yaitu pemimpin masyarakat muslim Indonesia Syamsi Ali, Pendeta Yahudi Peter J. Rubinstein, dan Pendeta Edwin G. Mulder --mewakili komunitas Marble Collegiate Church.

Mengawali sesi dialog, Syamsi Ali, yang juga Ketua Dewan Masjid Al-Hikmah New York, membawakan bacaan Alquran Surat Ali Imran ayat 102 yang maknanya menekankan bahwa persaudaraan merupakan sebuah karunia. Tidak hanya azan, dialog itu juga dimulai dengan pembacaan doa dan puji-pujian ala Yahudi dan Kristen.

Menurut Syamsi, pengumandangan azan oleh salah satu Gereja telah melalui konsultasi dengan pihaknya. "Mereka menanyakan apa yang bisa dibawakan untuk menghormati kedatangan warga muslim. Saya katakan azan saja. Beliau (Chrisopher Herbert, red) sendiri mengambil sekolah teologi di Universitas Harvard di Boston," kata Syamsi menjawab pertanyaan tentang berkumandangnya azan di Marble Collegiate Church.

Gereja yang didirikan pada tahun 1854 itu sendiri dipadati oleh ratusan anggota Gereja serta beberapa warga muslim dan Yahudi.

Dialog

Dialog segitiga --Islam, Kristen, Yahudi-- berlangsung santai karena ketiga pemimpin agama kerap saling melontarkan gurauan. "Sekarang dia dulu yang jawab," kata Rubenstein sambil menunjuk Syamsi Ali ketika Pendeta Mulder mengajukan pertanyaan kedua kepadanya. .

"Oh, terima kasih karena memberikan kesempatan duluan kepada yang paling muda," kata Syamsi yang disambut tawa gemuruh dari jamaah.

Bertindak sebagai moderator, Pendeta Mulder mengajukan lima pertanyaan kepada Syamsi dan Rubenstein, yaitu apa pedoman dan prinsip agama yang dianut; masalah terkini yang menjadi keprihatinan masing-masing; apa peranan rumah ibadah masing-masing dalam bidang politik; apa artinya saling menghormati; serta bagaimana mereka merayakan Hari Pernyataan Terima Kasih.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab secara singkat oleh Syamsi, Rubenstein dan Mulder. Tentang masalah terkini, Syamsi menjawab bahwa persepsi yang salah tentang Islam adalah salah satu isu yang saat ini sangat memprihatinkan.

"Prihatin karena ada kesalahpahaman terhadap Islam, juga adanya Islamophobia (ketakutan akan Islam, red). Media sangat berperan besar dalam membangun pemahaman," kata Syamsi.

Rubenstein melihat perdamaian dengan keadilan sebagai masalah serius yang harus diwujudkan sementara Pendeta Mulder menyebut rasisme sebagai salah satu masalah besar dan memprihatinkan.

Tentang peranan rumah ibadah dalam bidang politik, ketiga pemimpin agama memberikan jawaban serupa, yaitu berusaha mendorong jamaahnya untuk melihat masalah-masalah yang berada di sekililingnya dan bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk memecahkannya.

Untuk isu Hari Pernyataan Terima Kasih, Syamsi menerangkan bahwa setiap waktu bagi muslim adalah pernyataan terima kasih. "Kami dibiasakan untuk selalu mengucapkan kata ’Alhamdulillahi Robbil ’Alamiin’," ujarnya.

Sambil menutup sesi dialog, Pendeta Mulder menyebut berlangsungnya dialog segitiga sebagai hal yang khusus yang mewarnai Thanksgiving. Seperti diungkapkan Mulder, dialog seperti pada hari Minggu itu telah memasuki tahun ke-15. (ant/nws)

http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=10813

No comments: